Saat kita mengucapkan sila-sila
Pancasila setiap Senin pagi, mungkin tidak semua dari kita menyadari betapa
panjang dan dinamis proses kelahirannya. Di balik lima sila yang kini menjadi
panduan hidup berbangsa, terdapat kisah perjuangan pemikiran, kompromi antar
tokoh bangsa, dan semangat luar biasa untuk menyatukan Indonesia yang majemuk.
Mari kita telusuri kembali proses
tersebut—sebuah kisah yang layak dikenang, dipahami, dan dijadikan inspirasi
oleh generasi muda Indonesia.
🏛 BPUPKI: Langkah Awal Menuju Kemerdekaan
Situasi menjelang kemerdekaan
Indonesia sangat menegangkan. Jepang yang saat itu menjajah Indonesia membentuk
BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
pada 29
April 1945. Badan ini terdiri dari 67 anggota
yang mewakili beragam suku, agama, dan daerah—cerminan kebinekaan bangsa.
Tugasnya tidak main-main: merumuskan
dasar negara untuk Indonesia yang segera merdeka.
💡 Sidang Pertama BPUPKI: Adu Gagasan Para Tokoh Bangsa
Sidang pertama BPUPKI yang berlangsung
pada 29
Mei – 1 Juni 1945, menjadi momen bersejarah. Tiga tokoh besar
menyampaikan gagasannya tentang dasar negara:
1.
Muhammad Yamin: Menekankan nilai persatuan,
kerakyatan,
dan keadilan
sosial. Ia menyampaikan lima asas secara lisan dan tertulis,
yang menginspirasi struktur Pancasila yang kita kenal hari ini.
2.
Prof. Dr. Soepomo: Menyampaikan ide negara
integralistik—negara sebagai satu kesatuan antara penguasa dan
rakyat, mengedepankan kekeluargaan dan
menolak individualisme.
3.
Ir. Soekarno: Pada 1 Juni 1945,
Soekarno memperkenalkan istilah “Pancasila” yang
kemudian menjadi tonggak sejarah. Ia juga menawarkan konsep Trisila
dan Ekasila
(Gotong Royong) sebagai bentuk penyederhanaan nilai-nilai luhur
bangsa.
🤝
Piagam Jakarta dan Kompromi Kebangsaan
Gagasan-gagasan tersebut dirangkum dan
dirumuskan lebih konkret oleh Panitia Sembilan, yang
dibentuk pada 22 Juni 1945. Hasil kerjanya adalah Piagam
Jakarta, yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945.
Namun, satu frasa dalam sila pertama
Piagam Jakarta menuai kontroversi:
“Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
Tokoh-tokoh dari wilayah Indonesia
bagian timur—yang sebagian besar non-Muslim—menyampaikan keberatan. Mereka
mengkhawatirkan eksklusivitas dan potensi perpecahan.
✂️ Perubahan
Krusial dan Kematangan Politik
Dengan jiwa kenegarawanan yang luar
biasa, pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi
kemerdekaan, PPKI memutuskan menghapus tujuh
kata tersebut demi menjaga persatuan nasional.
Keputusan ini bukan bentuk kelemahan,
tapi justru bentuk kekuatan moral dan visi kebangsaan.
Itulah mengapa Pancasila diterima oleh seluruh rakyat Indonesia hingga hari
ini.
🌟 Nilai-Nilai yang Tertanam dalam Dinamika Ini
Dinamika kelahiran Pancasila tidak
hanya mencerminkan perumusan teks hukum, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai
luhur seperti:
·
Musyawarah dan mufakat dalam menghadapi perbedaan
·
Jiwa besar dan sikap kompromi demi persatuan
·
Penghargaan terhadap kebinekaan sebagai kekuatan bangsa
·
Visi jauh ke depan untuk membangun negara merdeka yang
adil dan makmur
📌 Relevansi bagi Kita Hari Ini
Kita hidup di era yang penuh
tantangan: hoaks,
radikalisme, kesenjangan sosial, dan individualisme.
Semua ini bisa menjadi ancaman bagi persatuan bangsa.
Namun justru di sinilah nilai-nilai
Pancasila dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Kita perlu kembali
pada semangat awal kelahiran Pancasila: toleransi, gotong royong, dan cinta
tanah air yang inklusif.
💬 Penutup: Pancasila, Warisan yang Hidup
Pancasila bukan hanya hafalan upacara,
bukan pula sekadar simbol di dinding sekolah. Ia adalah hasil perenungan,
perdebatan, dan komitmen para pendiri bangsa yang layak kita teladani.
Sebagai generasi penerus, mari kita
jaga warisan ini. Belajarlah dari sejarah, bawa semangat persatuan dalam
tindakan nyata, dan jadilah bagian dari generasi yang tidak hanya
mengenal Pancasila, tapi menghidupkannya.
0 Komentar